Narasi Kelimabelas
Author's Pov
Berkali-kali Saera mencoba mengetuk pintu, menunggu sahutan dari dalam kamar. Namun bahkan setelah sekian menit terlewat, tidak juga ada sahutan yang dinantikan. Perlahan, Saera membuka pintu kamar. Melongok ke dalam untuk mengecek keadaan.
Gelap, tidak ada suara, kamar ini terlalu hening meskipun ada dua orang di dalamnya.
“Ah, beneran belum bangun ternyata.” Saera berbicara pada dirinya sendiri, kemudian masuk ke dalam kamar dan membuka tirai serta jendela. Membiarkan udara segar masuk mengusir pengapnya kamar.
Saat dia berbalik untuk mendekat ke ranjang, Saera menyadari bahwa hanya ada Mikaelo di sana. “Kak Tian kemana?” tanyanya pada dirinya sendiri.
Saera hendak meraih ponselnya untuk menghubungi Tian, tapi suara gemericik air di kamar mandi mengurungkan niatnya. Tian ada di sana dan Saera tidak perlu lagi merasa khawatir.
Saera beralih pada Mikaelo, mendekati ranjang dan duduk di sisinya. “El, wake up, sarapan yuk?”
Lagi, tidak ada sahutan.
Saera tersenyum simpul, mengingat kebiasaan Mikaelo yang lumayan sulit untuk dibangunkan.
Berusaha lagi, Saera menyentuh tangan Mikaelo, menggoyangkannya sedikt, “El, bangun yuk? Udah jam sembilan loh.”
Namun tetap saja, tidak ada pergerakan apapun dari Mikaelo, yang terdengar hanyalah gumaman tidak jelas.
“You are still Mikaelo Rian Davis that i know, El”, kali ini Saera menyentuhkan tangannya pada permukaan wajah Mikaelo. Mengelus wajah Mikaelo pelan, memberi pijatan pada keningnya, cara terakhir yang bisa dilakukan untuk membangunkan Mikaelo.
Benar saja, tubuh Mikaelo mulai bergerak merespon sentuhan dari Saera. Meskipun kedua matanya masih saja tertutup rapat. “El, yuk bangun? Sarapan.”, panggil Saera sekali lagi, masih berusaha membuat Mikaelo sadar akan kehadirannya.
“Lagi.” ucap Mikaelo dengan suara beratnya.
“Lagi?”
Saera diam sebentar, merasakan perasaan aneh yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya. Mikaelo pasti sedang mengigau dan ini hanyalah respon alam bawah sadarnya.
“Elus lagi.” desak Mikaelo karena Saera tak kunjung menuruti permintannya, bahkan kini, laki-laki itu telah meletakkan kepalanya di atas pangkuan Saera.
Ceklek
Pintu kamar mandi terbuka, menarik perhatian Saera. Gadis itu menolehkan wajah dan mendapati Tian disana, tampak segar usai mandi.
“Kak, sarap—”
Saera hendak menyapa Tian, namun pergerakan sebuah tangan yang melingkari pinggangnya membuatnya kehilangan fokus. Belum lagi suara berat itu kembali terdengar saat Mikaelo berkata, “Kamu wangi banget.”
Tian hanya berdiri di sana, memandangi dua insan yang sedang sibuk dengan dunia mereka, “Dia kalau tidur serem ya, suka ngigau. Gue sampek beberapa kali kebangun.”
“Hm? Ah, iya— iya Kael emang gitu, Kak.” jawab Saera gelagapan, masih berusaha menenangkan dirinya yang kaget karena sikap Mikaelo.
“Susah ya banguninnya?” Tian bertanya sembari beranjak ke meja rias, menyisir rambutnya dengan tangan lalu menyemprotkan parfum ke area leher dan dadanya yang telanjang. Aroma parfum itu langsung menguar, tercium ke seluruh sisi kamar.
“Lumayan, dari tadi gue coba bangunin gak bisa-bisa.”
“Yaudah, dicoba lagi aja pelan-pelan. Gue turun duluan, ya? Laper.” Tian mengambil satu kaus dari tas ransel berwarna hitam dan langsung mengenakannya. Kakinya bergerak menuju pintu, namun sebelum itu dia berbalik sebentar untuk menatap Saera, “Kalau gak bisa bangun juga, guyur aja. Tuh air di kamar mandi ada banyak.” bisiknya pelan dengan wajah meledek.
“Iya, Kak.” Saera tersenyum lembut, “Di bawah ada Mama, sarapannya juga udah siap. Makan gih, nanti kalau Kael udah bangun gue temenin makan.” lanjutnya lagi.
Tian hanya mengangguk kemudian menutup pintu kamar itu dengan pelan. Sekarang, hanya ada Saera dan Mikaelo di sana.
“El, bangun yuk? Mikaelo? Kael? El?” Saera terus-terusan memanggil nama Mikaelo, sesekali dinggoyang-goyangkannya bahu mantan kekasihnya itu.
Dan kali ini usaha Saera tidak berkhianat, Mikaelo mulai membuka matanya. Dia berkedip beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk. Lalu ketika pandangannya semakin jelas, dia duduk terperanjat, melepaskan pelukannya dari pinggang Saera, “Eh, kok kamu di sini? Maaf-maaf, aku gak sadar, Ra.” ucapnya kelabakan.
Saera berdiri dengan canggung, menatap Mikaelo yang langsung sibuk merapihkan penampilannya yang lumayan acak-acakan, “Hmm, mandi gih, El. Terus turun, kita sarapan bareng.”
Masih berusaha membuat dirinya sadar sepenuhnya, Mikaelo menjawab dengan sedikit kikuk, “Iya, Ra. Nanti aku turun.”
“Yaudah, gue turun duluan ya.” pamit Saera yang dijawab anggukan oleh Mikaelo.
Setelah Saera keluar dari kamar dan menutup pintu, Mikaelo memukul-mukul kepalanya sendiri. Bego banget, batin Mikaelo kesal.
Buru-buru dia turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi, menatap dirinya di cermin dan memaki dirinya sendiri.
“Kael, Kael, ileran gini lagi! Aduh bego! Kenapa bisa di pinggang Saera sih tangan lo tadi? HIHHH TANGAN KURANG AJAR! LANCANG!” Teriak Mikaelo frustasi. Tanpa dia sadari, Saera masih bisa mendengar teriakannya dari depan pintu.