Versus.
Seorang pria menyentuh dadanya guna menenangkan sesuatu yang memberontak di dalam sana. Degupannya terlalu kencang, dia takut orang lain bisa mendengar. Tanda panah pada layar kecil di dalam lift yang ditumpanginya seakan menambah intensitas degupan itu. Perlahan-lahan, satu demi satu lantai terlewati, membawanya semakin dekat pada hunian yang sedang dituju.
Ini kali keduanya datang dengan keadaan secemas ini. Kali pertamanya adalah ketika dulu dia datang seorang diri untuk menemui gadis si pemilik hunian. Lalu alasan kecemasannya kali ini adalah karena di dalam sana, bukan hanya gadis si pemilik hunian yang akan dia temui, namun juga kedua orang tuanya.
Dia cemas, meskipun tidak datang sendirian. Dia cemas, meskipun para sahabatnya memintanya untuk tenang.
Markio, pria itu menghembuskan nafas untuk melonggarkan dadanya yang penuh. Dia telah tiba di lantai lima belas, lebih tepatnya di depan kamar bernomor 15`7. Seorang dari sahabatnya mengetuk pintu dan langsung mendapat sahutan dari dalam. Dalam waktu sepersekian detik, gadis cantik dengan gaun berwarna putih gading membuka pintu.
“Siapa, Na? Gio ya?” Belum sampai mereka masuk, suara lembut terdengar dari dalam, diiringi langkah kaki pelan menyusul ke pintu masuk. Seorang wanita tengah baya yang sangat mirip dengan Jelena muncul dari balik punggung gadis itu sambil tersenyum ramah. “Gio yaampun sudah besar sekali sekarang, gendong Oma ya?”
Markio bisa sedikit bernafas lega, keberadaan Sergio-anak Raechan dan Kayana- memberi sedikit angin segar. Dia bisa berjalan dengan ringan mengekori sahabatnya yang lain. Namun, langkah ringan itu perlahan memberat. Seolah ada batu yang menggantung di kedua kaki Markio saat dia mendapati papa Jelena tengah duduk di meja makan. Dan pada akhirnya mereka berkumpul di sana.
Jantungnya kembali berdegup kencang. Kepalanya kosong. Markio duduk dengan canggung.
“Eh udah pada dateng. ayo duduk silakan. Aduhhhh si Gio udah besar sekarang, berapa tahun dia Rae?”
“Dua setengah tahun Om. Ganteng ya kayak papanya?”
Markio tersenyum kecut. Andai saja, andai saja papa Jelena menyambutnya seramah itu.
“Eeyyy Jaenandra! Kapan kasih adik buat Gio ini ha?”
“Tahun depan ya Om!”
Andai saja, andai saja dia bisa bergurau seperti itu dengan Papa Jelena.
“Ayah sehat Ca? Masih suka sedih mikirin Bundamu?”
“Puji Tuhan udah gak terlalu Om. Sekarang Kak Garend sama istrinya lebih sering pulang, jadi Ayah gak begitu kesepian.”
“Bagus,” Papa Jelena tersenyum lembut. “Juwan apa kabar? Belum mau menikah dia?”
“Belum Om. Dia malah mau tinggal sama Ayah aja katanya, mau ngurus Ayah.”
Pembicaraan mengalir sangat baik, meninggalkan Markio bersama kepalanya yang kosong.
“Kayana, ini Gio buat Om sama Tante aja ya? Kamu bikin lagi aja sama Raechan!”
“Waduh Om, takutnya gak sebagus itu lagi jadinya.”
Lihatlah, bahkan Kayana bisa sesantai itu dengan papa Jelena.
Markio sudah tertinggal jauh, jauh sekali. Bahkan keberadannya saja seperti tidak terlihat.
“Santai aja, ada aku.” Suara halus itu muncul dari sisinya, disusul sentuhan lembut pada telapak tangannya yang saling mengait di bawah meja. Jelena duduk di kursi sebelahnya yang kosong. “You look good tonight, baju baru ya?”
Markio mengangguk sebagai jawaban.
“Wangi banget lagi, tumben pake parfum?”
“Minta Raechan tadi.”
Mereka berdua terkekeh atas jawaban spontan Markio. Jelena tahu benar bahwa kekasihnya itu tidak pernah suka mengenakan parfum, karena aroma tubuhnya saja sudah sedap untuk dicium. Jadi, dapat mencium aroma parfum dari tubuh Markio seperti ini terasa spesial. Dan sepertinya Markio juga menganggap malam ini spesial maka dia melakukannya.
Kekehan keduanya menarik perhatian papa Jelena, belaiu berdehem pelan, mengalihkan tatapannya dari Sergio. “Jevan dimana? Coba telfon dia, Elena.”
“Biar saya yang telfon Om, sekalian mau nitip sesuatu,” potong Jaenandra cepat. Paham dengan situasi yang terjadi.
Pembicaraan kembali mengalir, orang tua Jelena tampak akrab dengan semuanya kecuali Markio. Pria itu hanya diam mendengarkan, mengamati dan mencoba memahami segalanya. Meskipun otaknya terasa tetap kosong. Sulit baginya mengerti kenapa papa Jelena selalu tampak ingin menjauhinya. Terlebih ketika hubungannya bersama Jelena semakin baik.
Markio paham jika papa Jelena begitu menyukai Jevan. Karena Markio paham bahwa memang sejak awal Jevanlah yang berjuang untuk Jelena. Jevan yang meyakinkan orang tua Jelena untuk membawa pulang supir pribadi Jelena dan siap bertanggung jawab untuk hidup Jelena di perantauan. Jevan yang selalu datang bersama Jelena ketika jadwal gadis itu untuk pulang ke daerah asal. Jevan juga yang selalu menyambut kedatangan kedua orang tua Jelena ketika mereka berkunjung.
Tapi sungguh, Markio tidak mengerti apakah semua hal itu bisa menjadi alasan bagi papa Jelena untuk membencinya? Apakah sesulit itu untuk merestui hubungan Markio dengan anaknya?
Karena selalu tidak menemukan jawaban, Markio mrmilih untuk mencoba mengerti saja. Sekaligus berharap, seiring rasa pengertian yang dia bangun membesar maka perasaan ikhlasnya akan keadaan ini juga ikut membesar.
Ketukan pada pintu menarik atensi Markio, dia bisa melihat papa Jelena bangkit berdiri dengan terburu-buru untuk membukakan pintu. Bahkan langsung memindahkan Sergio ke pangkuan istrinya.
“Ini dia yang ditunggu-tunggu, kemana aja kamu Jevander?!”
Suara itu begitu lantang terdengar, seolah mengejek Markio. Memamerkan keakraban papa Jelena dan Jevan.
“Ayo-ayo masuk, kita langsung makan malam. Om sama Tante udah nunggu kamu, tadi siang kan kita gak sempat makan bareng karena kamu sibuk. Juan juga ayo masuk, Nak!”
Saat mereka bertiga kembali memasuki area ruang makan, Markio bisa melihat bagaimana papa Jelena merangkul Jevan dengan akrab. Mereka bahkan duduk bersebelahan, mengobrol dan tertawa bersama.
Saat hatinya kembali mencelos, sentuhan hangat kembali Markio rasakan. Jelena, gadisnya itu kembali menggenggam tangannya di balik meja makan.
Saat itu, Markio menjadi bingung, manakah yang lebih buruk? Mendapatkan gadis yang dicintainya namun tidak mendapatkan restu kedua orang tuanya atau memenangkan hati kedua orang tuanya namun kalah dalam pertempuran mendapatkan hati gadis yang diinginkannya?