Treasuring Love
“Jaenan sama Ica katanya mau kesini juga nanti, mau minta maaf secara langsung ke kamu katanya.”
Lengan kekar Jevan melingkari pinggang ramping gadisnya yang tengah sibuk mencincang bawang bombai dengan lihai di atas talenan. Serta dagunya dia letakkan di bahu gadisnya.
Si yang diajak bicara terkekeh pelan, terdengar merdu di telinga Jevan. “Kan kamu udah jelasin semuanya, aku udah maafin mereka juga, Van.”
“Iya, tapi Ica tetep mau minta maaf langsung katanya. You know, mantan calon adik ipar kamu itu, kan, sayang banget sama kamu. Dia hampir sama desperatenya sama aku waktu harus pura-pura jahat sama kamu.”
Adzkiya mengangguk seraya memasukkan potongan bawang bombai ke teflon. Tangannya dengan terampil bergerak-gerak mengaduk bawang bombai agar tidak gosong. Setelahnya, gadis itu memasukkan dua mangkuk nasi yang telah disiapkan, telur, sosis, serta beberapa bumbu tambahan untuk menambah rasa. Tidak lupa, parutan keju di akhir. Jevan suka sekali nasi goreng dengan ekstra keju di atasnya.
“Tolong ambilin piringnya, Sayang.”
Jevan melepaskan pelukannya lantas mengambil dua piring di rak, sesuai yang Adzkiya perintahkan. Dua piring nasi goreng yang nampak lezat mengundang selera makan mereka pada pukul tujuh malam itu. Mereka berdua duduk di meja makan bundar dengan empat kursi— yang tentu saja dua kursi lainnya akan kosong karena Lucia dan Sagara sedang tidak ada di flat.
Jevan memakan nasi gorengnya dengan lahap. Laki-laki itu telah menantikan hidangan ini selama lebih dari lima bulan sejak terakhir kali dia makan. Rasa nasi goreng buatan Adzkiya selalu terasa menyenangkan di lidahnya. Membuatnya mampu mengahbiskan dua piring sekaligus kalau saja Adzkiya tidak memperingatinya untuk tidak memakan terlalu banyak karbohidrat lewat pukul enam sore.
“Kenari udah makan malem belum ya, Van? Aku tiba-tiba kepikiran.” Adzkiya tiba-tiba bertanya di sela suapannya.
“Udah sih, pasti. Kemarin dia cerita kalau dia udah sering solo traveling, jadi kayaknya kita gak harus sekhawatir itu, deh. Lagian dia juga udah besar, udah bisa jaga diri,” jawab Jevan tanpa menatap Adzkiya. Dia masih sibuk dengan nasi goreng di piringnya.
“Aku beneran makasih banget sama dia udah mau bikin perjanjian itu sama kamu sampai akhirnya kamu bisa nemuin aku kayak sekarang, kalau bukan karena dia, mungkin kita masih belum bisa baikan kaya sekarang.”
Jevan menatap Adzkiya yang sudah lebih dulu menatapnya. “Perjanjian itu menguntungkan kita berdua kok, Ki. Mungkin setelah ini dia bakal manfaatin aku buat kebaikan dia, who knows, kan? Jadi kamu gak perlu sekagum itu sama dia, lagian kita juga belum tau dia beneran baik atau enggak.”
“Hus kamu tuh, pikirannya buruk mulu, deh.”
Jevan terkekeh. “Ya gimana ya, Ki, papa aku sendiri aja tega mukulin anaknya sampai mati. Gimana aku mau percaya sama orang lain. Orang baru lagi, aduh, gak dulu, deh.”
Adzkiya hanya memberikan senyumnya sebagai jawaban. Gadis itu memahami keragu-raguan dalam diri Jevan. Karena, ya, dia tahu benar apa yang telah laki-laki kesayangannya itu alami sampai menjadikan dia pribadi yang begitu berhati-hati, terutama pada orang-orang yang baru masuk ke dalam hidupnya.
“Btw, Ki, menurut kamu, beneran ada gak sih, orang yang gak percaya pernikahan kayak Kenari gitu?”
“Ada dong, bukannya Juan juga gak mau punya hubungan sama cewek, ya? Mungkin problem mereka sama?”
Jevan tampak ragu sesaat. “Tapi kalau Wawan tuh, dia cuma belum jadiin urusan cewek sebagai prioritas utamanya. Dia mau nata masa depan dulu dan angkat perekonomian keluarganya. Nah, kalau Kenari kan, tinggal nikmatin hidup aja.”
“Tapi dari cerita kamu kan, dia udah jelasin alasannya, Van. Dia gak suka sama pernikahan yang gak berdasar sama cinta. Maybe she treasures love as it is, jadi dia gak mau menjalani pernikahan yang gak berdasar cinta. Dan dia sadar betul, kalau cinta aja juga gak akan cukup untuk keluarganya. Jadi dia memilih untuk hidup sendiri aja, lagian, dia udah punya seluruh aspek itu hidup sendiri. Kepercayaan diri, kemampuan diri untuk ngerawat dirinya sendiri, pemberani, dan tentu aja karena dia punya banyak nominal di dompetnya.”
Jevan menghentikan acara makan malamnya dan meletakkan sendok di piring. Dia sepenuhnya memberi atensi pada Adzkiya.
“Dulu, waktu aku pisah sama Garend, aku udah gak mau jatuh cinta lagi. Ribet, nyakitin, bikin pusing. Tapi kamu malah dateng ke hidup aku and here were are now. Hubungan yang aku jalanin sama kamu beneran ribet, nyakitin, dan bikin pusing, but you worth all the pain.”
“Berarti ada kemungkinan Kenari berubah pikiran, dong?”
Adzkiya mengangguk. Gadis itu mendorong piringnya menjauh. Percakapan ini jauh lebih menarik dari pada nasi goreng yang Jevan pilih sebagai menu makan malam mereka. “Iya, apa lagi kalau laki-laki yang dateng ke hidupnya modelannya kayak kamu.”
“Kayak aku?” tanya Jevan tidak mengerti.
“Kamu tau gak, Van, kenapa cowok brengsek kayak kamu malah lebih berbahaya dari pada cowok baik-baik?”
Jevan memberi Adzkiya gelengan pelan sebagai jawaban.
“Cause a bad boy, who played with many girl, know exactly how to treat a girl. Dan sialnya, cewek-cewek juga cenderung lebih mudah jatuh hati sama cowok-cowok modelan begitu.”
Tawa renyah Jevan memenuhi ruangan. Laki-laki itu ikut mendorong piringnya menjauh, kemudian meletakkan kedua sikunya di atas meja dan menopang wajahya dengan kedua telapak tangan. “Jadi itu alasan kamu jatuh cinta sama aku, Adzkiya?”
“Mungkin? Tapi aku akuin sih, di antara temen-temen kamu yang lain, pesona kamu dan Raechan tuh yang paling susah dihindarin.”
“Oh ya?” Jevan makin tertarik dengan pembicaraan malam ini.
“Heem.” Adzkiya menjawab dengan mantap. “Terbukti kan, kamu sama Raechan yang mantannya paling banyak?”
“Tapi kita berdua udah sama-sama nemuin pelabuhan terakhir kita sekarang.”
“Ya, ya, Raechan sih udah ya. Udah punya Gio juga sekarang. Gak tau nih kalau kamu, masih kabur-kaburan lagi atau enggak abis ini. Aku sih malu ya kalau jadi kamu.”
“Oh ngeledek terus ya...” Jevan bangkit dari kursinya, hendak menyergap Adzkiya. Tapi gadis itu bergerak lebih cepat, Adzkiya telah melesat ke sisi meja yang lain. Lantas mereka berkejaran sambil tertawa-tawa di flat yang hanya diisi oleh mereka berdua.
Kebahagian memenuhi ruangan yang cukup luas itu. Mengisi ruang-ruang kosong yang tercipta di hati mereka selama lima bulan terakhir.
Namun ada satu hal yang mengganjal....
Sama seperti Adzkiya, Kenari juga bisa saja berubah fikiran jika laki-laki yang masuk ke hidupnya adalah laki-laki seperti...
Jevander.