“Kenapa kamu memilih menjadi seorang penulis?” Suara itu terdengar, bersamaan dengan sosoknya yang terasa jelas di balik punggungku.
Detik terlewat, tanpa sedikitpun selaan dari si penanya. Dia menungguku dengan dada yang lapang.
Sementara aku membiarkan hening mengisi ruang sebelum jawabanku mengudara, “Saya memilih menjadi seorang penulis karena saya bisa terlahir berkali-kali. Menjalani hidup yang berbeda berkali-kali. Dan...”
“Leluasa memilih peran dan takdir yang kamu mau. Sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan di dunia nyata, Nona. Itu keuntungan seorang penulis menurut saya,” potongnya lirih, selirih hembusan angin yang menerpa helaian rambutku malam itu.
— Dian Nadila, 2023