Dome Dream University malam itu tampak meriah dengan hiasan berbagai poster dan pernak-pernik berbau budaya Jepang di setiap sudutnya. Lampu-lampu berwarna temaram juga tampak menghiasi sebuah pohon sakura kecil dalam bentuk imitasi yang sengaja disiapkan oleh panitia Bunkasai tahun ini sebagai spot yang bisa digunakan untuk berfoto. Saat Kayana masuk lebih dalam ke area dome dilihatnya puluhan booth yang besok akan digunakan untuk berjualan makanan khas Jepang.

Raechan berdiri di salah satu booth, terlihat sedang mengerjakan sesuatu seorang diri. Saat ini Raechan terlihat mengenakan sebuah kemeja yang melapisi kaus berwarna putih yang dia kenakan.

Kayana melirik jaket berwarna abu-abu terang yang saat ini melekat di tubuhnya. Dia sedikit merasa bersalah karena mungkin Raechan mengenakan kemeja itu untuk mengusir dingin setelah memberikan jaket abu-abu ini padanya.

Lalu masih dengan menatap Raechan dari jauh, Kayana melepas jaket itu.

“Kopi lo.” ucap Kayana sembari mengulurkan sekaleng kopi dingin yang tadi dipesan Raechan, “Dan ini jaket lo, lo pake aja.”

Raechan mengambil kedua benda itu dari tangan Kayana. Dia meletakkan kopi kalengannya di saku belakang kemudian kedua tangannya bergerak untuk menyampirkan jaket abu-abu yang baru diterimanya ke bahu Kayana, “Udah saya bilang, angin malem gak baik buat cewek secantik Kak Kayana, pake aja.”

“Tapi, Rae...”

“Saya dari tadi gerak-gerak terus, gerah, jadi gak perlu jaket.” jelas Raechan, “Makasih kopinya, ya.” Dengan sekali gerakan, Raechan mengambil kopi dari sakunya, membuka dan meminumnya.

“Masih banyak ya yang harus dikerjain?”

“Paling abis ini check sound aja, Kak. Kerjaan Kak Kayana udah beres?”

“Udah, tadi abis ketemu Kak Danu juga buat finalisasi.”

“Hmmm,” Raechan mengangguk paham, “Besok....”

“Kayana!” Percakapan mereka terhenti karena sebuah suara yang terdengar dari pintu masuk, seorang laki-laki berperawakan tinggi berlari ke arah Kayana, “Apa kabar?” tanya laki-laki itu setelah sampai di hadapan Kayana.

Kayana tersenyum lembut menyambutnya, “Malam, Kak, saya baik. Kak Rian apa kabar?”

“Baik juga,” Laki-laki itu membalas sama lembutnya, “Wih kayaknya bakal keren banget nih besok acaranya.”

“Mudah-mudahan, Kak.”

Mereka berdua tertawa bersama.

“Denger-denger kemarin lo abis kena ya sama anak tujuh? Kok gak cerita sama gue?” tanya Jerian lagi yang tidak langsung dijawab oleh Kayana.

“Siapa yang marahin lo? Si Dona?” Jerian atau lebih sering disapa dengan Rian itu terkekeh meremehkan, “Masih aja tuh anak sensi sama lo.”

Kayana tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Laki-laki yang saat ini berada di antara dirinya dan Raechan itu adalah seniornya di LPP yang saat ini sudah lulus. Dan mereka memiliki keterikatan karena dulu Jerian sempat menyatakan perasaannya pada Kayana saat baru saja putus dari Dona, senior perempuan yang kemarin sempat menegurnya di ruang pertemuan.

“Kak Rian kok kesininya malem ini? Kenapa gak besok aja?” Dan akhirnya Kayana memilih untuk membahas hal lain saja.

“Besok gue ada kerjaan di luar kota, jadi tadi balik dari kantor gue mampir kesini, itung-itung nemenin yang cowonya begadang. Tuh di depan juga banyak angkatan gue yang dateng.”

“Oh gitu....”

“Saya permisi dulu ya, Kak, masih ada yang harus dikerjain.” potong Raechan cepat, merasa tak nyaman di antara dua orang yang sepertinya sudah lama saling mengenal.


“Kirain kerjaan apaan, ternyata ngerokok.”

Raechan buru-buru menginjak rokoknya yang masih tersisa setengah batang saat Kayana ikut duduk di bangku taman yang berada di depan dome. Dia kikuk, tidak tahu harus merespon apa setelah tertangkap basah seperti ini.

“Tadi itu Kak Jerian, ketua LPP yang tahun lalu lulus, mantannya Kak Dona anak tujuh.”

Raechan masih diam.

“Harusnya lo bawa gue pergi dari sana, bukannya malah pergi sendirian kayak gini.”

“Emang Kak Kayana mau saya ajak pergi dari sana?”

“Ya mau lah.”

Raechan terkekeh pelan, “Tadi itu pasti salah satu cowok yang dulu naksir sama Kak Kayana ya?”

“Dia dulu pernah nembak gue.” jawab Kayana santai.

“Kok masih baik ya? Biasanya kalau ditolak tuh jutek.”

“Mungkin karena gue nolaknya baik-baik.” Raechan bergumam pelan sebagai jawaban, “Lo kalau ditolak cewek bakal jadi jutek emang?”

“Enggak saya mah, tinggal cari gebetan baru aja.” Jawaban Raechan membuat Kayana langsung menolehkan wajahnya untuk menatap Raechan dan dia mendapati laki-laki itu menatapnya dalam, “Tapi itu dulu, sebelum saya ketemu Kak Kayana.”