Deru napas yang bersahut-sahutan memenuhi ruangan berukuran 5x5m. Pendingin ruangan sudah diatur hingga titik terendah namun keringat tetap saja melumuri tubuh kedua insan yang tengah sibuk di atas ranjang.

Tubuh polos si laki-laki menggagahi seorang gadis di bawahnya yang juga polos tanpa busana. Mata si gadis tertutup rapat menikmati sentuhan dan hentakan yang diberikan.

“Buang dimana?”

“Luar aja, aku lagi masa subur.”

Si laki-laki menurut. Mempercepat gerakannya hingga mencapai pelepasannya sendiri setelah memastikan gadisnya sampai lebih dulu.

Mereka berdua kembali terengah-engah. Tubuh si laki-laki sudah tergeletak lemas di atas ranjang.

“Kamu tadi pamit sama Bunda mau kemana?”

“Ke kosan Edo, numpang ngecas.”

Such a liar.”

Haskara terkekeh pelan, dia merapatkan tubuhnya pada si gadis, Ayunara.

“Ya aku beneran ngecas kok, ngecas yang lain tapi.”

“Ka, aku denger dari Edo, anak-anak kepanitiaan sering ngomongin kamu di belakang, gara-gara kamu sering deket-deket sama aku.”

Haskara berecak pelan, tangannya yang bebas merapihkan rambutnya yang acak-acakan, “Iri aja mereka tuh. Gak usah didengerin.”

“Tapi, Ka...”

Ayunara duduk bersandar pada kepala ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut hangat yang selalu tersedia di atas ranjang, “Dari pada iri, kayaknya mereka lebih ngerasa aku gak pantes buat deket sama kamu makanya mereka sampek segitunya.”

Sejujurnya, Haskara mulai jengah karena pembicaraan ini dibawa lagi oleh Ayunara. Tapi dia mengerti, hal ini juga merupakan gangguan pikiran Ayunara hingga dia selalu membahasnya.

“Dari pada bahas itu, mending kita main lagi.”

Haskara bergerak pelan, menarik tubuh Ayunara lalu membuat gadisnya itu duduk di atas tubuhnya yang terlentang, “Kamu yang di atas, ya?”

“Ka, aku....”

I prefer hear you moan instead of talking about this shit again, baby.”