Cheater Never Win.

Seorang gadis muncul dari balik pintu yang baru saja Kayana ketuk dua kali. Wajah gadis itu ramah, senyumnya manis menenangkan, membuat gemuruh pada hati Kayana sedikit mereda.

“Cari siapa ya Kak?” tanya gadis itu pelan.

“Saya cari Clairine,” balas Kayana tenang.

Si gadis yang memang sudah Kayana ketahui namanya sebagai Clairine itu tersenyum lebih lebar lagi. “Saya Clairine, tapi maaf Kakak siapa ya?”

“Saya Kayana, boleh kita bicara sebentar?”

Clairine mengangguk ramah kemudian membuka pintu kamar kosnya lebih lebar, memberi ruang pada Kayana untuk masuk ke dalam kamar kosnya.

“Kak Kayana duduk dulu aja, saya ambilin minum dulu.”

Clairine masih terus bersikap ramah, bahkan gadis itu nampak tidak menaruh curiga sama sekali pada kehadiran Kayana yang begitu tiba-tiba. Padahal, ini baru pertemuan mereka yang pertama.

“Diminum dulu Kak.” Clairine meletakkan air mineral dingin botolan yang baru dia keluarkan dari kulkas kecil yang terletak di salah satu sudut ruangan. Kemudian gadis itu ikut duduk di atas karpet bulu bersama dengan tamunya. “Jadi ada apa ya Kak? Dan... Kakak tau saya dari mana?”

“Raechan..” Kayana menggantungkan kalimatnya, membuat Clairine menyerngitkan kening. “Saya tau kamu dari Raechan.”

“Kak Kayana temen Kak Raechan?”

“Saya mantan pacarnya.”

Kerutan pada dahi Clairine makin nampak, senyum gadis itu juga memudar.

“Maaf, saya tau saya lancang datang kesini tiba-tiba. Tapi saya merasa saya harus datang kesini, untuk kebaikan kamu.”

Daripada Kayana, Clairine terlihat lebih membutuhkan sebotol air untuk menenangkan dirinya. Gadis itu sudah terlihat lemas setelah mendengar penuturan Kayana yang bahkan belum menjelaskan apa-apa.

“Saya dan Raechan sudah berhubungan selama lebih dari setahun, tapi beberapa minggu ke belakang, saya sadar ada yang salah sama tingkahnya. Puncaknya beberapa hari yang lalu, dia bilang ke saya dia mau main sama temen-temennya, tapi ternyata malam itu justru temen-temennya cari dia ke saya.”

Clairine mendengarkan dengan seksama, meskipun bahunya makin merunduk.

“Saya mulai cari tau dan ternyata penyebabnya adalah dia mulai dekat dengan kamu.”

“Kak maaf saya... saya gak tau...”

Kayana tersenyum lembut pada Clairine yang bahkan tidak mampu menyelesaikan kalimatnya dengan baik.

“Gak papa, gak perlu minta maaf. Saya tau kamu gak tau hubungan saya sama Raechan.”

Jika tadi keramahan Clairine menenangkan Kayana. Kini giliran kelembutan dan ketenangan dalam tutur kata Kayana membuat Clairine lega.

“Kalau boleh tau, udah sejauh apa hubungan kamu sama Raechan?”

“Kita baru sering jalan bareng aja sih Kak. Awalnya saya kenal sama Kak Raechan karena Kak Raechan dateng ke event musik kampus saya. Karena selera musik kita sama, kita jadi lanjut ngobrol dan keterusan sampe sekarang.”

Kayana menyeringai mendengarnya. Dia tahu benar tipikal seperti apa Raechan ketika mendekati perempuan. Dia bahkan tidak sedikitpun menyalahkan Calirine karena dia sendiripun jatuh pada pesona Raechan ketika pria itu mencoba mendekatinya.

Tutur kata manis dan sikap baik Raechan memang selalu mampu meluluhkan hati tiap gadis yang didekatinya. Kayana jadi merasa jijik karena menjadi salah satunya.

“Tapi sumpah Kak, Kak Raechan beneran gak keliatan kalau dia udah punya pacar. Saya bener-bener gak tau.”

“Iya Clairine.”

“Jadi... sekarang Kak Kayana udah putus sama Kak Raechan?” Clairine bertanya takut-takut.

“Iya, tapi saya gak bilang kalau saya mutusin dia karena dia selingkuh.”

“Kenapa Kak?”

Ada seulas senyum tipis menghiasi wajah ayu Kayana sebelum dia menjawab. “Karena saya gak ingin dia merasa menang.”

“Maksudnya Kak?”

“Ada banyak laki-laki yang merasa bangga ketika dia bisa menaklukan dua wanita atau bahkan lebih dari itu sekaligus. Ada banyak laki-laki yang merasa menang ketika dia tau kalau ada dua wanita yang saling memaki satu sama lain sampai lupa kalau yang menjadi sumber masalahnya adalah laki-laki itu sendiri. Saya gak ingin dia merasakan kemenangan itu. Dan lebih dari itu, saya gak ingin kita berdua menjadi dua wanita bodoh yang memperebutkan laki-laki seperti Raechan.”

Sakit hati yang Kayana rasakan akan pengkhianatan Raechan tidaklah main-main. Tapi alih-alih larut dalam kesedihan, wanita dewasa itu memilih untuk menyembuhkan dirinya dengan cara yang baik. Tanpa menimbulkan keributan, tanpa menarik perhatian, tanpa saling melempar aib keburukan. Karena satu hal yang Kayana teladani, ketika dua orang dipertemukan dan pernah saling membahagiakan. Maka mereka harus berpisah dengan kedewasaan.

“Saya datang kesini bukan untuk maksa kamu ninggalin Raechan seperti yang saya lakukan, saya datang kesini hanya untuk membuat kamu tau kalau Raechan bukan laki-laki yang baik. Saya gak ingin apa yang terjadi sama saya terjadi juga sama kamu. Setelah ini, kamu bebas membuat keputusan terbaik menurut kamu, Clairine.” Kayana bangkit berdiri. “Saya pamit ya.”

Saat Kayana hendak membuka pintu, sebuah ucapan dari Clairine membuatnya berbalik.

“Saya juga akan menjauh dari Kak Raechan, tanpa bilang ke dia kalau saya tau semuanya. Sepertinya, ditinggalkan secara tiba-tiba oleh dua perempuan yang pernah membuatnya merasa begitu menginginkan dia akan cukup membuatnya paham kalau dia tidak sespesial itu.”