Boyfriend – Justin Bieber

Mereka berdua adalah yang pertama datang. Raechan mempersilahkan Kayana untuk duduk di sofa sementara dia berjalan ke arah lemari pendingin untuk mengambil dua botol air mineral.

“Minum dulu, Kak. Kayaknya mereka bakal telat, soalnya jemput si Juan dulu tuh. Kosannya di deket kampus, jadi pasti macet.”

“Ini... kita gak papa disini duluan sebelum Jevan?”

Raechan terkekeh pelan mendengar pertanyaan gadis yang begitu dia sukai itu.

“Gak papa lah, Kak. Studio ini mah udah kayak tempat umum. Siapa aja bisa masuk.”

Kayana mengangguk mengerti dan matanya kembali menatap ruangan dibalik pintu kaca, “Lo sama sahabat-sahabat lo suka ngeband, Rae?”

“Kadang,” Raechan meneguk minumannya sebelum melanjutkan, “Sebenenrnya Jevan yang cinta banget sama musik, saya sama lainnya cuma support aja.”

Tatapan Kayana teralih pada pria di sampingnya, merasakan kehangatan sekali lagi pada hatinya tiap kali mendengar Raechan berbicara tentang sahabatnya. Persahabatan Raechan bersama teman-temannya sudah terasa begitu hangat bahkan sebelum mereka semua berkumpul disini.

“Oh, iya, Kak, saya lupa tanya. Kak Kayana terganggu gak kalau ada yang minum-minum?”

“Enggak, kenapa?”

“Jevan, Juan, Kak Kiyo, sama saya juga sih, kadang-kadang minum-minum kalau lagi nongkrong. Takutnya nanti bikin Kak Kayana gak nyaman.”

“Oh.. santai aja. Biasa juga di LPP anak-anak pada minum kan kalau lagi after party.”

“Yaudah, tapi kalau nanti Kak Kayana ngerasa gak nyaman ada di sini, colek aja pinggang saya, ya? Nanti saya bakal bawa Kak Kayana pulang.”

Setelah menghabiskan waktu beberapa kali dengan Raechan, Kayana mulai mengetahui sedikit lebih banyak tentang juniornya itu.

Ternyata Raechan tidak selalu bersikap menyebalkan.

Ternyata Raechan adalah sosok kakak yang baik dan begitu manis di depan adiknya.

Ternyata Raechan adalah orang yang menyenangkan hingga memiliki banyak sahabat.

Ternyata Raechan tidak seperti yang dia dengar dari orang-orang.

Selama ini, selain karena malas meladeni tingkah iseng Raechan padanya, sebenarnya Kayana juga memiliki alasan lain kenapa dia selalu berusaha menjauhi Raechan. Sebetulnya Kayana sudah mendengar dari Iren mengenai sepak terjang Raechan yang baru beberapa bulan menjadi mahasiswa itu.

Didengarnya bahwa hubungan Raechan dan wanita-wanita yang pernah menjadi pacarnya selalu tak lebih dari satu minggu.

Didengarnya bahwa banyak sekali yang menginginkan Raechan mulai dari junior hingga senior.

Didengarnya bahwa bahwa Raechan selalu meladeni wanita yang datang untuk mengetuk hatinya.

Semua hal yang dia dengar itu semakin membuatnya ingin berlari jauh dari Raechan. Kayana merasa bahwa meladeni Raechan hanya akan membuang waktunya dengan sia-sia.

Tapi ternyata, perlahan-lahan, dia mulai mengenal Raechan. Dan langkah yang dia ambil untuk menjauh itu perlahan-lahan berhenti. Kayana tidak lagi berlari menjauh.

“Eh kayaknya mereka dateng tuh.” Raechan bangkit dari duduknya dan membuka pintu, “Weh lama banget sih, pada kemana dulu?”

“Beli pesenan lo, Anjing. Kata lo suruh bawa pizza sama ayam goreng. Ngomel mulu gue sambit pala lo lama-lama.” sahutan kesal terdengar bahkan sampai ke tempat Kayana duduk.

“Hehehe, ya maap.” Raechan nyengir, “Masuk deh sini, ada cewek cakep udah nungguin nih. Tapi walaupun udah nunggu kalian lama, kecantikannya gak luntur kok.”

Jevan terkekeh pelan sambil meletakkan makanan yang dia bawa ke atas meja, “Malu-maluin ya, Kak? Saya ngerti sih kalau Kak Kayana akhirnya nolak dia. Kelakuannya aja begini.”

“Kita aja kadang malu, Kak, sama kelakuannya.” sambung Jelena.

Wajah Raechan berubah kecut, diliriknya manusia yang membuat imagenya buruk, “Kalau lo lagi deketin cewek gak pernah ya gue jelek-jelekin lo begini.”

“Gak pernah apanya, anjing! Lo pernah ya bilang ke kating yang lagi gue deketin kalau gue suka gigitin stick drum!”

“Wah iya bener, dulu pas gue deketin Ica juga dia sempet ilfeel sama gue karena lo bilang ke dia kalau gue mabuk suka kencing di celana! Bajingan emang!”

Tanpa sadar, Kayana terkekeh, lama sekali. Hingga dia memukul-mukul sandaran sofa.

“Ya kan itu emang kenyataan!” bela Raechan.

“Kagak, njir, mana pernah gue gigit stick drum! Jempol kaki lo sini gue gigit!” geram Jevan, dia sampai membanting satu batang rokok yang baru dia keluarkan dari kotaknya, “Kalau lo bilang gue sering matahin stick drum masih terima tuh gue! Lah ini gigit coba! Ngapain banget gue gigit-gigit stick drum.”

“Ya siapa tau kan gigi lo baru tumbuh. Dulu pas gigi Selo baru tumbuh dia suka tuh gigitin mainannya.”

“GUE UMUR 20 TAHUN KALAU LO LUPA! GIGI TARING KALI BARU TUMBUH UMUR SEGITU!”

Menyenangkan.

Menyenangkan sekali berada di sini.

Kayana menyeka sedikit air mata yang berada di sudut matanya karena terlalu banyak tertawa.

“Kak, tisu.”

Kayana menatap tangan yang mengulurkan tisu padanya. Tangan itu milik Klarisa yang sedang tersenyum manis padanya.

You look pretty when you laugh, Kak.” tambah Klarisa.

“Makasih, Ca.” Kayana menerima tisu itu dengan senyum sama manisnya.

Di sampingnya, Raechan masih melanjutkan adu mulutnya dengan Jevan dan Jaenandra. Sekarang, Juan dan Markio juga ikut bergabung dengan mereka. Kayana menikmati pemandangan itu. Ditatapnya satu persatu sahabat Raechan. Mereka semua tampak begitu dekat, tapi meskipun begitu, mereka tetap memberi ruang untuk Kayana. Mereka tidak menikmati dunia mereka sendiri, mereka membawa Kayana masuk untuk bersenang-senang dengan mereka.

Untuk pertama kali, Kayana merasakan kehangatan berada di tengah-tengah orang banyak seperti ini. Dia merasa diterima. Dia merasa dihargai. Dia merasa dirangkul.

Dan Kayana senang berada disini.

“Main bentar lah yuk, itung-itung welcoming party yang resmi buat Kak Kayana join jadi geng studio ini,” Juan mendahului, “Kak, tonton ya dari sini.” Juan mengerling nakal pada Kayana sebelum masuk ke ruangan yang berisi perlatan band. Yang lainnya mengikuti Juan untuk masuk ke sana.

“Liatnya ke saya aja, jangan ke yang lain, ya? Oke ya!” Raechan berbisik pelan, lalu dia juga ikut bangkit dari kursinya dan masuk ke sana.

Mereka tampak berdiskusi sebelum akhirnya siap di posisi masing-masing. Anehnya, hanya Markio yang memegang alat musik. Gitar. Tiga yang lain hanya berdiri di belakangnya.

Sementara Raechan, dia duduk dengan mic di tangan kanannya. Matanya menatap lurus ke arah Kayana yang masih duduk di sofa.

Melodi yang berasal dari senar gitar yang Markio petik mengalun dengan merdu, beriringan dengan suara lembut Raechan.

If I was your boyfriend, I'd never let you go I can take you places you ain't never been before Baby take a chance or you'll never ever know I got money in my hands that I'd really like to blow Yeah, on you Chillin' by the fire while we eating fondue I dunno about me but I know 'bout you So say hello to falsetto in three two, swag

Lagu ini...

Lagu Boyfriend milik Justin Bieber dalam versi akustik.

I'd like to be everything you want Hey girl, let me talk to you If I was your boyfriend, I'd never let you go I'd keep you on my arm girl, you'd never be alone And I could be a gentleman, anything you want If I was your boyfriend, I'd never let you go, I'd never let you go

“Ca, lagu ini.....” Jelena berucap takjub.

“Kenapa sama lagunya?” Kayana bertanya, sangat lirih, dia masih seperti tersirih oleh suara Raechan.

“Dua tahun lalu, Raechan pernah bilang ke kita, kalau dia beneran sayang sama seorang perempuan, dia bakal nyanyiin lagu ini buat perempuan itu.”

Klarisa tersenyum lembut sebelum melanjutkan, “Dan ini pertama kalinya dia nyanyiin lagu ini.”